Sabtu, 03 Juli 2010

Seismic anisotropy: tantangan eksplorasi pada struktur geologi yang komplek di Indonesia

Oleh : Ecep Suryana*

*) Alumni Institut Teknologi Bandung (2002) dan Universitas Indonesia (2007)

Abstrak

Tulisan ini merupakan sebuah rangkuman mengenai pentingnya pengetahuan dan pemahaman mengenai seismic anisotropy, khususnya diaplikasikan di kawasan survei Indonesia dengan kondisi struktur geologi yang komplek. Seismic anisotropy diharapkan memberikan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang lebih baik dibandingkan seismic konvensional (isotropy).

Pendahuluan

Indonesia adalah kawasan dengan kondisi geologi yang aktif. Manifestasi dari aktivitas geologi aktif tersebut adalah terbentuknya struktur geologi yang komplek. Hal tersebut sangat menarik, terutama untuk tujuan kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Dalam dunia pencitraan bawah permukaan bumi dikenal istilah seismic isotropy, yaitu pencitraan bawah permukaan bumi dengan asumsi gelombang menjalar ke segala arah dengan kecepatan yang sama. Selama lebih dari dua dekade ini, industri eksplorasi hidrokarbon, khususnya pengolahan data seismik, menggunakan asumsi seismic isotropy dalam mencitrakan kondisi struktur bawah permukaan bumi.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, seismic isotropy dianggap kurang menghasilkan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang memuaskan, khususnya pada area dengan struktur geologi yang komplek. Untuk menjawab keterbatasan tersebut, berkembanglah teknologi seismic anisotropy dengan asumsi gelombang menjalar ke segala arah dengan kecepatan yang berbeda.

Apa seismic anisotropy

Pada saat gelombang elastik menjalar ke bawah permukaan bumi akan terjadi proses refleksi, refraksi, dan transmisi. Kondisi bawah permukaan bumi yang heterogen mengakibatkan gelombang menjalar ke segala arah. Penjalaran gelombang ke segala arah ini salah satunya dipengaruhi oleh sifat fisis yang terdapat pada medium yang di sebut anisotropy. Anisotropy biasanya terdapat pada perlapisan sedimen klastik, terutama pada formasi yang mengandung shale, yang di sebut vertical transverse isotrophy (VTI).

Adanya sifat anisotropy pada medium dapat menginduksi fasa gelombang sehingga menyebabkan distorsi. Hal tersebut dapat menyebabkan refleksi menjadi tidak jelas (blurr), posisi reflektor tidak tepat, struktur miring (dip structure) tidak tepat, stacking pada offset sedang dan jauh kurang akurat.

Untuk mengkoreksi pengaruh anisotropy medium, Thomsen, 2001, mengenalkan parameter-parameter anisotropy, yaitu epsilon dan delta. Parameter-parameter tersebut dapat dihasilkan menggunakan inversi koherensi multidimensional yang di konstrain oleh kontrol sumur atau inversi global tomografi.

Kapan menggunakan seismic anisotropy

Seismic isotropy menghasilkan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang kurang baik pada area yang memiliki variasi kecepatan lateral yang kuat terhadap arah penjalaran gelombang. Sebaliknya, seismic anisotropy sangat bagus mencitrakan target struktur dengan kecepatan yang berubah terhadap arah penjalaran gelombang dan kemiringan struktur pada formasi klastik. Adanya variasi kemiringan struktur dapat menyebabkan kesalahan (error) posisi lateral dan menyebabkan titik refleksi menjadi smear.

Pengikatan sumur (well tie) dapat digunakan untuk memperkirakan parameter vertical transverse isotrophy (VTI). Parameter-parameter anisotropy sangat berguna dalam mencitrakan kondisi kedalaman bawah permukaan bumi sehingga kedalaman vertikal seismik mendekati kedalaman sumur sebenarnya.

Contoh kasus

Gambar 1. merupakan hasil proses pengolahan data seismik pre-stack depth migration (a) isotropy (b) anisotropy. Pada gambar 1(a) masih terlihat artifact migrasi dengan distorsi yang cukup dominan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh anomali variasi kecepatan dekat permukaan. Selain itu, struktur geologi yang komplek dapat menyebabkan variasi kecepatan lateral yang berubah secara drastis. Pada gambar 1(b) terlihat distorsi teratenuasi dengan perbaikan kontinyuitas reflektor di bawah struktur yang miring (garis kotak merah).

Gambar 2. merupakan irisan data seismik pre-stack depth migration (a) isotropy (b) anisotropy. Terlihat bahwa irisan (b) lebih interpretatif untuk struktur dengan variasi kecepatan dan struktur yang komplek.

Gambar 1. Perbandingan antara (a) Pre-stack isotropic depth migration, dan (b) Pre-stack anisotropic depth migration (modifikasi Vestrum, Rob, et. al.).

Gambar 2. Perbandingan irisan (slice) antara (a) Pre-stack isotropic depth migration, dan (b) Pre-stack anisotropic depth migration (modifikasi Vestrum, Rob, et. al.).

Tantangan ke depan (*Pertamina)

*)Untuk Jurnal Media Hulu Pertamina

Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia mempunyai sumber daya manusia dan sumber daya teknologi (hardware&software) yang kompeten untuk mengoptimalkan keunggulan teknologi ekplorasi dalam mendukung visi Pertamina untuk meningkatkan perolehan cadangan minyak&gas di dalam dan di luar negeri melalui EP Technology Center.

Kesimpulan

Teknologi seismic anisotropy dapat menghasilkan kualitas pencitraan kondisi bawah permukaan bumi yang lebih baik, terutama pada struktur geologi yang komplek dengan variasi kecepatan yang signifikan. sifat anisotropy terdapat pada perlapisan formasi klastik, baik di onshore maupun offshore.

Daftar Pustaka

Rob Vestrum, Thrust Belt Imaging; Brian Link, Kelman Technologies, John Mathewson, 2005, Why does depth migration work so well in the plains?, CSEG national convention.

Thomsen, L., 2001, Seismic Anisotropy: GEOPHYSICS, VOL. 66, NO. 1 (January-February 2001); P. 40–41.

Tidak ada komentar: