Sabtu, 03 Juli 2010

Sepakbola : Tontonan, “Tuntunan”, dan Organisasi Modern

Oleh : Ecep Suryana, Alumni ITB(2002) dan UI(2007)


Tidak bisa dipungkiri lagi kalau sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling digandrungi diseluruh belahan penjuru dunia. Sepakbola selalu menghadirkan beragam tontonan dan “tuntunan”. Intrik, drama, histeria, fanatisme, heroisme, dan isme-isme lainnya adalah sebagian tontonan yang dihadirkan dalam sebuah pertandingan sepakbola. Mungkin kita ingat momen penuh intrik dari Diego Armando Maradona pada piala dunia 1986 (Mexico), melawan Inggris, yang terkenal dengan gol tangan tuhannya. Drama adu penalti Italia melawan Prancis pada final piala dunia 2006 (Jerman) dengan insiden tandukan Zinedine Yazid Zidane terhadap Marco Materazzi yang akhirnya Italia keluar sebagai juara dunia sejati. Histeria perayaan gol Marco Tardelli, skuad tim nasional Italia pada piala dunia 1982 (Spanyol) dan juga Fabio Grosso pada semifinal piala dunia 2006 (Jerman), pada saat melawan Jerman, yang terkenal dengan goyangan kepalanya. Ekspresi fanatisme supporter yang kadang berlebihan, seperti inggris, yang terkenal dengan hooligannya dibanding prestasi tim nasionalnya. Tentu kita juga tidak lupa dengan sikap heroisme yang diperlihatkan oleh wakil-wakil tim nasional dari Asia pada piala dunia 2010 (Afrika Selatan), Korea Selatan dan Jepang.
Sebagai pencinta sejati olahraga sepakbola, tentunya kita tidak hanya menggangap sepakbola hanya sebatas olahraga, hiburan, dan tontonan. Ada nilai-nilai yang kita bisa ambil pelajaran dari sepakbola, seperti respek, kolektivitas, sportivitas, semangat pantang menyerah. Kita tentu ingat dengan sikap para pemain inggris saat Frank Lampard mencetak gol ke gawang Jerman yang di kawal Manuel Neuer pada piala dunia 2010 (Afrika Selatan), meskipun keputusan wasit merugikan tim inggris, tetapi mereka tetap respek terhadap wasit sebagai pemimpin di lapangan. Kolektivitas permainan diperlihatkan oleh tim nasional Jerman pada piala dunia 2010 (Afrika Selatan). Dengan talenta-talenta mudanya, Pelatih Joachim Loew begitu percaya akan kemampuan anak-anak asuhnya. Dan terbukti pemuda-pemuda Jerman itu yang mendapat kepercayaan dari masyarakat Jerman, begitu gesit, penuh semangat, dan akhirnya menuju perempat final dengan mengalahkan Inggris. Sikap sportif diperlihatkan oleh tim nasional tuan rumah, Afrika Selatan, meskipun bertindak sebagai tuan rumah, tapi tidak memaksakan kehendak untuk memenangkan setiap pertandingan. Sikap tidak sportif justru diperlihatkan oleh pelatih tim nasional Perancis, Raymond Domenech. Sangat tidak sportif, tidak berani menerima kekalahan, bersikap arogan dan sombong dengan tidak mau menerima salam persahabatan dari pelatih tim nasional Afrika Selatan, Carlos Perreira. Sikap terpuji dan pantang menyerah dengan bangga kembali diperlihatkan oleh wakil-wakil Asia kita, Korea Selatan dan Jepang. Dengan kebanggaanya sebagai orang Asia, mereka memperlihatkan ciri khas semangat dan kerja keras orang-orang Korea Selatan dan Jepang. Meskipun mereka telah kandas di per enambelas final, tetapi kita sebagai orang Asia bisa melihat semangat untuk maju, berkembang dan pantang menyerah sampai akhir pertandingan.
Lebih jauh lagi, sebagai professional, nilai-nilai tersebut dapat dimasukkan kedalam nilai-nilai suatu organisasi modern. Dalam pendekatan modern menyatakan bahwa yang dimiliki saat ini bukan teori mengenai organisasi tetapi way of thinking atau cara berfikir mengenai organisasi, cara melihat dan menganalisis secara lebih tepat dan mendalam, yang dilakukan melalui keteraturan atau regularitas perilaku organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau kondisi tertentu. Pakar manajemen, King dan Clelland, menyatakan bahwa misi organisasi mempunyai peran khusus, yaitu : pelayanan sebagai dasar untuk konsolidasi dengan tujuan organisasi, mendorong dan memandu alokasi sumber, menentukan suasana internal organisasi beserta iklimnya, dan memudahkan rancangan variabel utama untuk kontrol sistem.
Jadi itulah sepakbola, selain sebagai hiburan, olah raga dan tontonan, dapat juga dijadikan “tuntunan”.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
“Tetaplah bermimpi,karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita”(Andrea Hirata)
Ecep Suryana,
Jakarta, 2 Juli 2010.

Seismic anisotropy: tantangan eksplorasi pada struktur geologi yang komplek di Indonesia

Oleh : Ecep Suryana*

*) Alumni Institut Teknologi Bandung (2002) dan Universitas Indonesia (2007)

Abstrak

Tulisan ini merupakan sebuah rangkuman mengenai pentingnya pengetahuan dan pemahaman mengenai seismic anisotropy, khususnya diaplikasikan di kawasan survei Indonesia dengan kondisi struktur geologi yang komplek. Seismic anisotropy diharapkan memberikan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang lebih baik dibandingkan seismic konvensional (isotropy).

Pendahuluan

Indonesia adalah kawasan dengan kondisi geologi yang aktif. Manifestasi dari aktivitas geologi aktif tersebut adalah terbentuknya struktur geologi yang komplek. Hal tersebut sangat menarik, terutama untuk tujuan kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Dalam dunia pencitraan bawah permukaan bumi dikenal istilah seismic isotropy, yaitu pencitraan bawah permukaan bumi dengan asumsi gelombang menjalar ke segala arah dengan kecepatan yang sama. Selama lebih dari dua dekade ini, industri eksplorasi hidrokarbon, khususnya pengolahan data seismik, menggunakan asumsi seismic isotropy dalam mencitrakan kondisi struktur bawah permukaan bumi.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, seismic isotropy dianggap kurang menghasilkan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang memuaskan, khususnya pada area dengan struktur geologi yang komplek. Untuk menjawab keterbatasan tersebut, berkembanglah teknologi seismic anisotropy dengan asumsi gelombang menjalar ke segala arah dengan kecepatan yang berbeda.

Apa seismic anisotropy

Pada saat gelombang elastik menjalar ke bawah permukaan bumi akan terjadi proses refleksi, refraksi, dan transmisi. Kondisi bawah permukaan bumi yang heterogen mengakibatkan gelombang menjalar ke segala arah. Penjalaran gelombang ke segala arah ini salah satunya dipengaruhi oleh sifat fisis yang terdapat pada medium yang di sebut anisotropy. Anisotropy biasanya terdapat pada perlapisan sedimen klastik, terutama pada formasi yang mengandung shale, yang di sebut vertical transverse isotrophy (VTI).

Adanya sifat anisotropy pada medium dapat menginduksi fasa gelombang sehingga menyebabkan distorsi. Hal tersebut dapat menyebabkan refleksi menjadi tidak jelas (blurr), posisi reflektor tidak tepat, struktur miring (dip structure) tidak tepat, stacking pada offset sedang dan jauh kurang akurat.

Untuk mengkoreksi pengaruh anisotropy medium, Thomsen, 2001, mengenalkan parameter-parameter anisotropy, yaitu epsilon dan delta. Parameter-parameter tersebut dapat dihasilkan menggunakan inversi koherensi multidimensional yang di konstrain oleh kontrol sumur atau inversi global tomografi.

Kapan menggunakan seismic anisotropy

Seismic isotropy menghasilkan kualitas pencitraan bawah permukaan bumi yang kurang baik pada area yang memiliki variasi kecepatan lateral yang kuat terhadap arah penjalaran gelombang. Sebaliknya, seismic anisotropy sangat bagus mencitrakan target struktur dengan kecepatan yang berubah terhadap arah penjalaran gelombang dan kemiringan struktur pada formasi klastik. Adanya variasi kemiringan struktur dapat menyebabkan kesalahan (error) posisi lateral dan menyebabkan titik refleksi menjadi smear.

Pengikatan sumur (well tie) dapat digunakan untuk memperkirakan parameter vertical transverse isotrophy (VTI). Parameter-parameter anisotropy sangat berguna dalam mencitrakan kondisi kedalaman bawah permukaan bumi sehingga kedalaman vertikal seismik mendekati kedalaman sumur sebenarnya.

Contoh kasus

Gambar 1. merupakan hasil proses pengolahan data seismik pre-stack depth migration (a) isotropy (b) anisotropy. Pada gambar 1(a) masih terlihat artifact migrasi dengan distorsi yang cukup dominan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh anomali variasi kecepatan dekat permukaan. Selain itu, struktur geologi yang komplek dapat menyebabkan variasi kecepatan lateral yang berubah secara drastis. Pada gambar 1(b) terlihat distorsi teratenuasi dengan perbaikan kontinyuitas reflektor di bawah struktur yang miring (garis kotak merah).

Gambar 2. merupakan irisan data seismik pre-stack depth migration (a) isotropy (b) anisotropy. Terlihat bahwa irisan (b) lebih interpretatif untuk struktur dengan variasi kecepatan dan struktur yang komplek.

Gambar 1. Perbandingan antara (a) Pre-stack isotropic depth migration, dan (b) Pre-stack anisotropic depth migration (modifikasi Vestrum, Rob, et. al.).

Gambar 2. Perbandingan irisan (slice) antara (a) Pre-stack isotropic depth migration, dan (b) Pre-stack anisotropic depth migration (modifikasi Vestrum, Rob, et. al.).

Tantangan ke depan (*Pertamina)

*)Untuk Jurnal Media Hulu Pertamina

Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia mempunyai sumber daya manusia dan sumber daya teknologi (hardware&software) yang kompeten untuk mengoptimalkan keunggulan teknologi ekplorasi dalam mendukung visi Pertamina untuk meningkatkan perolehan cadangan minyak&gas di dalam dan di luar negeri melalui EP Technology Center.

Kesimpulan

Teknologi seismic anisotropy dapat menghasilkan kualitas pencitraan kondisi bawah permukaan bumi yang lebih baik, terutama pada struktur geologi yang komplek dengan variasi kecepatan yang signifikan. sifat anisotropy terdapat pada perlapisan formasi klastik, baik di onshore maupun offshore.

Daftar Pustaka

Rob Vestrum, Thrust Belt Imaging; Brian Link, Kelman Technologies, John Mathewson, 2005, Why does depth migration work so well in the plains?, CSEG national convention.

Thomsen, L., 2001, Seismic Anisotropy: GEOPHYSICS, VOL. 66, NO. 1 (January-February 2001); P. 40–41.